IKNNews.co, Jakarta – Air Sungai Rawas yang dulunya menjadi tumpuan hidup masyarakat Musi Rawas Utara (Muratara), Sumatera Selatan, kini berubah menjadi simbol kerusakan ekologis akibat tambang emas ilegal. Sejumlah aktivis muda dari Silampari mendesak Kejaksaan Agung turun tangan dan mengungkap dugaan pembiaran sistematis terhadap praktik Pertambangan Emas Tanpa Izin (PETI) di wilayah tersebut.
Dalam aksi unjuk rasa yang digelar di depan Gedung Kejaksaan Agung RI, Jumat (11/7/2025), para demonstran menyuarakan kekecewaan terhadap lambatnya penegakan hukum serta memburuknya kondisi lingkungan yang berdampak langsung pada kesehatan dan keselamatan warga.
“Air sungai yang dulunya bersih, sekarang berubah jadi racun. Ini bukan hanya bencana lingkungan, tapi sudah jadi bencana sosial yang terus dibiarkan,” kata Aqil Maulidan, Koordinator Aksi Milenial Silampari.
Aqil menilai kerusakan yang berlangsung selama berbulan-bulan tanpa penanganan memunculkan kecurigaan kuat bahwa ada pihak-pihak yang bermain di balik layar. Ia bahkan menyebut kemungkinan adanya suap antara pengusaha PETI dan oknum pejabat daerah.
“Kalau tidak ada yang bermain, kenapa bisa sediam ini? Masyarakat sudah berkali-kali turun ke jalan, tapi pemerintah daerah seolah tutup mata,” ujarnya lantang.
Mereka juga mendesak Kejaksaan Agung untuk tidak hanya menyelidiki penambang ilegal, tetapi juga memeriksa pejabat yang diduga terlibat, termasuk Bupati Muratara. Para aktivis menyebut kasus ini bukan lagi sekadar pelanggaran hukum, tetapi ancaman nyata terhadap masa depan generasi mendatang.
“Ini tentang siapa yang bisa minum air bersih lima tahun ke depan. Ini tentang siapa yang akan tumbuh di tanah yang masih bisa ditanami. Kalau dibiarkan, kita sedang mewariskan bencana,” twkannya.
Milenial Silampari juga menyerukan kepada Presiden dan Menteri Lingkungan Hidup agar tidak tinggal diam melihat kerusakan ekologis yang dibiarkan membesar. Mereka menyebut Muratara butuh perhatian nasional sebelum semuanya terlambat.
“Kami bukan anti pembangunan, tapi kami anti perusakan. Negara harus hadir sebelum rakyat benar-benar kehilangan hak hidupnya,” tutupnya.
Redaksi
![]()










