IKNNews.co, Samarinda – Keputusan sekolah yang hanya menjatuhkan sanksi skorsing terhadap oknum guru olahraga yang diduga melakukan pelecehan seksual di salah satu SMP di Kecamatan Sungai Kunjang menuai kecaman keras. TRC PPA Kalimantan Timur menilai langkah itu tak hanya keliru, tapi bisa menjadi preseden buruk bagi upaya perlindungan anak di dunia pendidikan.
Sudirman, kuasa hukum TRC PPA Kaltim, menyebut bahwa penanganan internal tanpa melibatkan penegak hukum justru melemahkan posisi korban dan mengaburkan batas antara pelanggaran etik dan kejahatan pidana.
“Kalau hanya diskors, ini bisa diartikan bahwa sekolah mentoleransi kekerasan seksual. Padahal ini jelas ranah pidana. Jika dibiarkan, ini akan menjadi contoh buruk bagi sekolah-sekolah lain,” tegas Sudirman saat ditemui, Jumat (13/6/2025).
Menurutnya, langkah skorsing tak sebanding dengan dampak psikologis yang mungkin dialami korban, apalagi jika dibiarkan tanpa kepastian hukum. Ia menggarisbawahi pentingnya keterlibatan aparat dalam menangani dugaan kejahatan seksual, bukan hanya mekanisme internal sekolah.
Yang lebih mengkhawatirkan, laporan dugaan pelecehan ini bukan datang dari keluarga korban, melainkan dari orang tua siswa lain yang merasa gelisah dengan situasi di sekolah. Hal ini menunjukkan bahwa rasa aman di lingkungan sekolah telah tergerus.
“Ini bukan hanya tentang satu kasus. Tapi soal kepercayaan orang tua terhadap sekolah sebagai tempat yang aman. Jika sekolah bersikap abai, maka anak-anak kita akan terus terancam,” imbuhnya.
TRC PPA juga menolak pendekatan mediasi dalam kasus seperti ini. Sudirman menegaskan bahwa kekerasan seksual terhadap anak tak bisa diselesaikan melalui jalur damai, karena menyangkut hak dasar anak yang harus dijamin negara.
“Tidak ada ruang kompromi dalam kasus pelecehan seksual terhadap anak. Ini bukan konflik pribadi yang bisa selesai lewat damai. Ini soal masa depan dan keselamatan anak-anak,” ujarnya.
Ia pun mendesak Dinas Pendidikan Kota Samarinda untuk tidak hanya menunggu laporan, tetapi aktif menelusuri dan menindak tegas oknum guru yang terlibat. Evaluasi terhadap sistem pembinaan dan pengawasan guru juga dinilainya mendesak dilakukan.
Lebih jauh ia mengingatkan, menciptakan lingkungan sekolah yang aman adalah kewajiban semua pihak, bukan hanya tugas lembaga perlindungan anak. Sekolah seharusnya menjadi tempat yang memberi rasa aman, bukan justru memelihara ancaman tersembunyi.
“Selama belum ada ketegasan hukum, anak-anak di sekolah itu tetap dalam ancaman. Ini saatnya semua pihak membuka mata dan bertindak,” tandasnya.
Penulis: Rara
Editor: Re
![]()










