IKNNews.co, Samarinda – Di tengah polemik pendirian Gereja Toraja di Kelurahan Sungai Keledang, Kecamatan Samarinda Seberang, pihak gereja menegaskan kesiapan mereka untuk menghadapi proses hukum. Respons ini muncul menyusul tudingan adanya dugaan pemalsuan tandatangan warga sebagai bagian dari syarat administrasi pendirian rumah ibadah.
Pihak gereja melalui kuasa hukumnya, Hendra Kusuma, yang juga Ketua Aliansi Advokasi Kebebasan Beragama dan Berkeyakinan (AKKBB) Kaltim, meminta pihak yang menuding agar menyertakan bukti atas klaim tersebut. Hal ini ia sampaikan dalam konferensi pers di P’rana Cafe, Jalan Tekukur, Rabu (9/7/2025).
“Nah, ketika ada persoalan mereka bilang ini ada pemalsuan apa, kita persilahkan mereka untuk melaporkan itu. Karena bagi kami, kami tidak punya kewajiban untuk membuktikan bahwa kami ini melakukan sesuai prosedur,” ujarnya kepada media ini.
“Silahkan, karena mereka yang mengatakan bahwa kami melakukan ada perbuatan-perbuatan yang tidak etis, terus ada kecatatan prosedural, ya silahkan dibuktikan,” lanjutnya.
Hendra menyebut bahwa proses pendirian Gereja Toraja telah mengikuti ketentuan yang diatur dalam Surat Keputusan Bersama (SKB) 2 Menteri, yakni Peraturan Bersama Menteri Agama dan Menteri Dalam Negeri Nomor 9 dan 8 Tahun 2006. Ia menegaskan bahwa pihaknya telah mengantongi rekomendasi dari Forum Kerukunan Umat Beragama (FKUB) dan pemerintah setempat.
Menurutnya, sebanyak 105 tandatangan warga telah terkumpul sebagai bentuk dukungan. Angka ini dinilai telah memenuhi syarat pendirian rumah ibadah berdasarkan ketentuan 60 pendukung dan 90 pengguna.
Namun, pasca penyerahan berkas, 20 warga disebut-sebut menarik kembali dukungan mereka.
“Walaupun saya tidak pastikan, tetapi ada indikasi menurut laporan, ada beberapa warga yang diintimidasi oleh RT dengan berbagai cara, yang akhirnya menurut cerita, mereka juga ada 20 yang menarik dukungan,” beber Hendra.
Ia menambahkan, pihaknya telah meminta agar data 20 warga tersebut dikeluarkan dari berkas, namun belum ditindaklanjuti. Di sisi lain, Hendra juga menyesalkan adanya narasi yang menyebut bahwa pembangunan gereja tidak mendesak karena jumlah warga Nasrani yang sedikit.
“Kalau kita bicara mayoritas dan minoritas ini lebih subjektif sebenarnya. Jadi kembali lagi, kita ini berdiri, gereja berdiri, dibangun. Itu semua punya aturan, kalau ada hal-hal yang tidak sesuai aturan, monggo proses secara hukum. Jangan membuat apa namanya statement-statement yang tidak punya aturan,” tegasnya.
Hendra berharap, semua pihak dapat menjaga objektivitas dalam menyikapi polemik tersebut agar tidak membentuk persepsi negatif terhadap gereja. Ia menegaskan bahwa pihaknya siap jika permasalahan ini dibawa ke jalur hukum.
“Jadi kalau ada upaya-upaya hukum jangan setengah-setengah. Supaya kita juga menyikapinya nanti gak tanggung-tanggung. Jadi kalau hukum sudah dikedepankan, tentu hal-hal yang sifatnya jelas itu harus disampaikan juga,” pungkasnya.
Penulis: Juwita
Editor: Re
![]()










