IKNNews.co, Bontang – Gerakan Aksi Bersatu Awasi Produk Kosmetik “Goes to Masyarakat Kota Bontang” digelar di Pendopo Rumah Jabatan Wali Kota, Kamis (19/6/2025). Kegiatan ini dihadiri oleh Sekretaris Daerah Kota Bontang, Aji Erlynawati.
Dalam sambutannya, ia enyatakan bahwa kegiatan ini tidak hanya bertujuan meningkatkan kewaspadaan terhadap peredaran kosmetik ilegal, tetapi juga menjadi upaya perlindungan masyarakat dari bahaya penggunaan produk tanpa izin edar yang masih beredar di Bontang.
“Kita sedang menghadapi kenyataan yang memprihatinkan. Produk kosmetik tanpa izin edar masih ditemukan, dan ini sangat berisiko karena bisa mengandung bahan berbahaya,” ujarnya.
Iin – sapaan akrabnya ini bilang, Pemerintah Kota (Pemkot) Bontang berkomitmen mendukung upaya perlindungan masyarakat dari produk ilegal melalui pengawasan ketat serta edukasi berkelanjutan.
Penggunaan kosmetik yang terdaftar di BPOM, menurutnya, sangat penting demi menjamin keamanan dan kualitas produk. Ia mengajak masyarakat untuk lebih selektif dan cerdas dalam memilih produk kecantikan.
Perwakilan dari BPOM Kaltim juga mengimbau masyarakat agar berhati-hati dalam membeli produk kosmetik, terutama yang tidak memiliki izin edar. Selain itu, pelaku usaha didorong menjadi distributor yang bertanggung jawab dan amanah.
“Kita juga melakukan pengawasan di Kota Bontang dengan memberikan edukasi langsung kepada masyarakat. Sebagian besar produk ilegal ini dibeli secara online,” ungkap Sem Lapik, Kepala Balai Besar POM di Samarinda.
Disebutkan pula, maraknya produk racikan tanpa standar yang beredar di pasaran sangat berdampak terhadap kesehatan, khususnya pada generasi muda yang menjadi sasaran utama kosmetik ilegal.
Selain isu kosmetik, BPOM juga menyoroti persoalan resistensi antimikroba yang kini menjadi perhatian global. Obat yang digunakan tanpa resep dan aturan yang tepat berpotensi menimbulkan resistensi, sehingga memperparah infeksi.
“Banyak produk ilegal yang beredar di Kota Bontang merupakan kosmetik dan obat tradisional yang dicampur bahan kimia,” tuturnya.
Salah satu penyintas, Nur Lenny Astia, membagikan kisahnya sebagai mantan pengguna krim tanpa izin edar BPOM. Ia mulai memakai sejak 2013 dan mengalami hiperpigmentasi parah pada kulit sejak 2016 hingga saat ini masih dalam proses pemulihan.
“Kondisi ini menjadi ancaman serius bagi kesehatan. Maka dari itu, semua pihak harus terus mendukung pengawasan terhadap produk-produk yang masuk ke tengah masyarakat,” tegasnya.
Penulis: Nurlinda
Editor: Re
![]()










