Iknnews.co, Kerinci Jambi – Seorang bocah laki-laki berusia 10 tahun di Kabupaten Kerinci, Jambi, mengalami nasib tragis setelah mengikuti prosedur khitan laser. Dugaan malpraktik yang dilakukan oknum perawat di sebuah praktik mandiri di Kecamatan Kayu Aro menyebabkan alat kelamin korban terpotong. Akibatnya, korban menderita trauma berat dan mengalami kesulitan buang air kecil hingga saat ini.
Peristiwa ini menimpa BAI, siswa kelas 4 SD asal Desa Sangir, pada 19 Oktober 2024. Tujuh bulan pascakejadian, kondisi korban belum juga membaik. Ia kerap menangis kesakitan setiap kali hendak buang air kecil dan secara psikologis menunjukkan tanda-tanda trauma berat. Rasa sakit dan ketidaknyamanan masih ia alami setiap hari.
Pihak keluarga telah membawa BAI ke rumah sakit di Sumatra Barat dan menjalani lima kali operasi. Namun, dokter menyatakan bahwa alat kelamin yang sempat terpotong tidak bisa lagi disambung. Satu-satunya pilihan medis adalah membuat saluran kemih baru agar korban tetap bisa buang air kecil.
“Hanya bisa buat saluran kencing. Sampai sekarang pun masih tersumbat dan menyakitkan,” ujar Dian Tiara, ibu korban, Senin (26/5/2025).
Ia menambahkan bahwa kondisi anaknya membuat mereka sangat terpukul secara fisik dan mental.
Awalnya, oknum perawat yang melakukan tindakan khitan sempat bertanggung jawab pada operasi pertama dan kedua dengan menanggung seluruh biaya pengobatan. Namun, pada operasi ketiga hingga kelima, biaya ditanggung BPJS, sementara pelaku hanya memberikan bantuan biaya transportasi. Sejak saat itu, pelaku mulai mengabaikan kesepakatan awal.
Menurut pihak keluarga, belakangan pelaku menunjukkan sikap tak peduli terhadap kondisi korban. Janji untuk terus membantu biaya pemulihan medis pun tidak ditepati. Padahal, keluarga sangat berharap pelaku menunjukkan tanggung jawab moral atas kejadian ini.
Putus asa dengan kurangnya tanggapan dan perhatian, ibu korban kemudian membagikan kisah anaknya ke media sosial. Postingan tersebut viral, mengundang simpati publik dan dibagikan ratusan kali oleh warganet. Banyak yang mengecam tindakan pelaku dan mendesak agar pihak berwenang turun tangan.
Saat ini, pihak keluarga hanya berharap ada keadilan dan pertanggungjawaban dari pelaku.
“Kami hanya ingin anak kami sembuh. Kalau memang dia salah, harusnya ada tanggung jawab, bukan malah lari dari kesepakatan,” tegas sang ibu.
Kasus ini menjadi peringatan keras akan pentingnya pengawasan terhadap praktik medis mandiri, terutama yang dilakukan oleh tenaga kesehatan tanpa kejelasan izin atau standar keselamatan. Dugaan malpraktik seperti ini tak hanya melukai fisik, tapi juga meninggalkan luka batin yang mungkin sulit disembuhkan.
Redaksi
![]()










