Iknnews.co, Bontang – Pemerintah Kota (Pemkot) Bontang terus mencari solusi agar proses pengurusan Persetujuan Bangunan Gedung (PBG) bisa lebih terjangkau bagi masyarakat. Salah satu kendala utama yang dihadapi warga adalah tingginya biaya jasa arsitektur, yang menjadi syarat dalam Sistem Informasi Manajemen Bangunan Gedung (SIMBG).
Penata Perizinan Ahli Muda Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu (DPMPTSP) Kota Bontang, Idrus, mengungkapkan, biaya standar gambar arsitektur yang mencapai Rp10 juta hingga Rp12 juta menjadi alasan utama masyarakat enggan mengurus PBG.
“Salah satu beban terberat bagi masyarakat, biaya jasa arsitektur. Tarifnya bisa mencapai belasan juta rupiah dan ini tentu memberatkan, khususnya untuk warga yang ingin membangun rumah sederhana,” ucapnya saat dikonfirmasi, Rabu (14/5/2025) pagi, di ruangannya.
Ia menjelaskan, berbeda dengan sistem lama yakni Izin Mendirikan Bangunan (IMB), kini PBG mewajibkan adanya keterlibatan arsitektur bersertifikat dalam proses perencanaan bangunan. Aturan tersebut diatur dalam PP Nomor 16 Tahun 2021 sebagai turunan dari UU Nomor 28 Tahun 2002 tentang Bangunan Gedung.
Sementara, di kota yang terkenal dengan industrinya ini hanya terdapat tiga arsitektur yang memiliki sertifikat (Ikatan Arsitek Indonesia).
Merujuk dari persoalan itu, pihaknya bersama Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang Kota (DPUPRK) Bontang, mengusulkan agar pembangunan hunian di bawah tipe 70 tidak perlu disidang oleh Tim Profesi Ahli (TPA). Hal tersebut diharapkan bisa meringankan proses birokrasi dan biaya yang harus ditanggung masyarakat.
“Usulan ini sedang dalam proses agar bisa diatur dalam regulasi, jadi rumah tipe 70 tidak perlu disidang tiga kali seperti rumah-rumah besar,” sebutnya.
Lebih lanjut, Kementerian PUPR telah merancang langkah strategis dengan menggandeng mahasiswa arsitektur dari Universitas untuk membantu perencanaan hunian rakyat. Fokusnya terhadap rumah sangat sederhana dan rumah tipe 36 dan tipe 45.
Ia berharap, seluruh rumah di Bontang memiliki legalitas resmi melalui PBG. Idrus bilang, saat ini sekitar 25 persen hunian di kota ini belum memiliki izin resmi dan berdampak pada rendahnya Pendapatan Asli Daerah (PAD).
“Kalau semua bangunan resmi dan berizin, tentu akan memberi kontribusi terhadap PAD kita. Maka dari itu kami terus mendorong agar proses PBG dipermudah,” pungkasnya.
Penulis: Nur Nabila
Editor: Re
![]()










