IKNNews.co, Penajam Paser Utara – Ketua Jaringan Advokasi Tambang (JATAM) Kalimantan Timur, Mareta Sari, mendesak pemerintah dan aparat penegak hukum membuka secara transparan informasi terkait izin lintasan angkutan batu bara serta data penindakan pertambangan ilegal (PETI) di Kalimantan Timur.
Desakan ini disampaikan melalui surat resmi Koalisi Perjuangan untuk Masyarakat Muara Kate–Batu Kajang kepada tiga institusi, yakni Balai Besar Pelaksanaan Jalan Nasional (BBPJN) Kaltim, Ditlantas Polda Kaltim, dan Polda Kaltim, pada Senin (7/7/2025).
“Warga di Batu Kajang dan Muara Kate sudah terlalu lama dibiarkan berhadapan sendiri dengan lalu lintas tambang yang membahayakan keselamatan mereka. Negara tidak boleh lagi menutup mata,” tegas Mareta Sari.
Dalam surat tersebut, JATAM meminta BBPJN Kaltim membuka data seluruh perusahaan batu bara yang memperoleh izin crossing, flyover, conveyor, dan pengalihan jalan umum untuk kepentingan angkutan tambang dan sawit sejak 2015 hingga 2025.
Permintaan kepada Polda Kaltim mencakup data penindakan PETI sejak 2019, sedangkan kepada Ditlantas Polda Kaltim diminta laporan pelaksanaan tugas sesuai Perda Provinsi Kaltim No. 10 Tahun 2012 tentang Penggunaan Jalan Umum dan Jalan Khusus.
Mareta menyebut, aktivitas hauling di jalan umum di Kabupaten Paser sejak 2024 telah menimbulkan konflik serius dan korban jiwa. “Sedikitnya enam orang meninggal dunia dan satu lainnya kritis saat menjaga pos perjuangan Muara Kate,” ungkapnya.
Ia menyoroti lemahnya koordinasi antarinstansi. Berdasarkan SK Gubernur Kaltim No. 700/K.507/213, Ditlantas Polda Kaltim memiliki kewenangan penuh sebagai Ketua Tim Pelaksana Perda No. 10 Tahun 2012. Namun dalam praktiknya, berbagai pihak yang tergabung dalam tim justru dinilai saling melempar tanggung jawab.
“SK itu jelas menyebut tim terpadu. Tapi apa gunanya kalau yang terjadi justru saling lempar peran, sementara warga terus menghadapi bahaya nyata setiap hari?” katanya.
Koalisi menegaskan bahwa keterbukaan informasi adalah hak publik dan menjadi kunci agar masyarakat bisa mengawasi serta menilai sejauh mana mandat hukum dijalankan.
“Ini bukan sekadar soal data. Ini soal nyawa, soal hak dasar warga untuk merasa aman di kampungnya sendiri. Warga tidak boleh terus dijadikan tumbal kepentingan industri tambang,” tutup Mareta.
Penulis: Ilen Nurani
Editor: Re
![]()










