IKNNews.co, Kerinci – Di tengah revisi Kebijakan Umum Anggaran dan Prioritas Plafon Anggaran Sementara (KUA–PPAS) Tahun Anggaran 2025, Pemerintah Kabupaten Kerinci justru menghadirkan kekhawatiran alih-alih harapan.
Dalam Rapat Paripurna DPRD pada 19 Juni lalu, Bupati Kerinci Monadi, mengumumkan penyesuaian besar-besaran terhadap struktur anggaran, namun tanpa penjelasan rinci mengenai sektor terdampak dan minimnya pelibatan publik dalam prosesnya.
Tiga poin utama yang disampaikan Bupati mencakup penurunan Pendapatan Daerah sebesar Rp67 miliar akibat berkurangnya transfer pusat, pemangkasan Belanja Daerah sebesar Rp66 miliar, serta kenaikan minor dalam Pembiayaan Daerah hasil audit Badan Pemeriksa Keuangan (BPK).
Meski langkah ini diklaim sebagai respons atas situasi fiskal nasional, aktivis sipil memandang arah kebijakan tersebut justru menunjukkan stagnasi pembangunan. Koordinator Aliansi BEM Nusantara Jambi-Kerinci-Sungai Penuh, Fadhil, menyoroti fakta bahwa Pendapatan Asli Daerah (PAD) Kerinci tidak kunjung meningkat dan bertahan di angka Rp58 miliar selama beberapa tahun terakhir.
“Dengan potensi sumber daya alam dan pariwisata yang besar, angka itu menunjukkan bahwa SDA dan SDM kita belum dioptimalkan. PAD stagnan artinya ekonomi lokal mandek,” tegasnya, Senin (23/6/2025).
Lebih jauh, Fadhil juga menyesalkan minimnya partisipasi publik dan akses informasi dalam proses penyusunan maupun perubahan anggaran. Padahal, UU Nomor 23 Tahun 2014 dan Permendagri 70 Tahun 2019 menekankan pentingnya pelibatan masyarakat serta keterbukaan data anggaran dalam Sistem Informasi Pemerintahan Daerah (SIPD).
“Tanpa transparansi dan partisipasi, perubahan anggaran hanya jadi permainan angka elite. Padahal masyarakatlah yang akan paling terdampak oleh keputusan itu,” ujarnya.
Sebagai bentuk protes, pihaknya melayangkan empat tuntutan kepada DPRD Kerinci: mempublikasikan dokumen KUA–PPAS secara terbuka sebelum finalisasi; menghapus anggaran seremonial dan belanja tidak mendesak; mewajibkan keterbukaan pagu anggaran tiap SKPD; dan menjamin pembahasan anggaran DPRD bisa dipantau publik secara langsung, misalnya lewat live streaming atau laporan harian.
“Yang kami inginkan adalah kejelasan: sektor apa yang dipotong, dampaknya kepada siapa, dan bagaimana masyarakat bisa ikut mengawal,” kata dia.
Ia juga menegaskan bahwa mahasiswa dan masyarakat sipil tidak menolak perubahan KUA–PPAS, namun menuntut agar prosesnya menjawab kebutuhan riil warga. Jika tuntutan tersebut tidak dipenuhi, pihaknya memastikan akan ada gelombang aksi lanjutan.
“Anggaran daerah bukan milik segelintir orang. Rakyat berhak tahu, mengusulkan, dan mengawal. Jangan biarkan perubahan APBD hanya memperpanjang stagnasi dan menjauhkan kesejahteraan,” tandasnya.
Redaksi
![]()










