IKNNews.co, Lubuklinggau – Gaya kepemimpinan Walikota Lubuklinggau kembali menuai sorotan. Kali ini, kritik datang dari Koordinator Nasional Millenial Silampari Jakarta, M. Fikri Mora A, yang akrab disapa Alvin Dalimunthe. Ia menilai, Walikota Lubuklinggau lebih sering menghabiskan waktu luangnya untuk kepentingan pribadi ketimbang mendengar keluhan dan harapan masyarakat yang dipimpinnya.
Menurut Alvin, hari libur bukan sekadar waktu untuk beristirahat atau menekuni hobi pribadi. Bagi seorang kepala daerah, momen itu seharusnya menjadi peluang emas untuk hadir di tengah masyarakat, menyapa warga secara langsung, dan menyerap aspirasi yang belum tentu bisa tersampaikan lewat jalur birokrasi formal.
“Menjadi pemimpin itu bukan hanya soal memimpin di hari kerja, tapi juga soal komitmen moral di luar jam dinas. Saat masyarakat punya waktu luang di akhir pekan, justru itulah saat terbaik bagi walikota untuk turun ke lapangan dan berdialog langsung. Bukan malah sibuk dengan agenda pribadi seperti berkumpul bersama komunitas hobi,” tegasnya.
Ia menyayangkan, di tengah berbagai persoalan yang dihadapi Kota Lubuklinggau. Mulai dari pelayanan publik yang belum optimal, hingga akses kesejahteraan yang belum merata. Kepemimpinan justru terlihat jauh dari rakyatnya. Publik, lanjut Alvin, semakin cerdas menilai mana pemimpin yang benar-benar bekerja dan mana yang hanya mencari kenyamanan dalam jabatan.
Berdasarkan Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah, tugas kepala daerah sangat jelas. Menyelenggarakan pemerintahan dan memprioritaskan pelayanan kepada masyarakat. Pasal 56 secara tegas menyatakan bahwa kepala daerah wajib mengutamakan kepentingan masyarakat dalam setiap pelaksanaan tugasnya.
“Kalau libur saja lebih sering dipakai untuk kegiatan pribadi, lantas kapan warga bisa merasakan kepemimpinan yang benar-benar hadir? Jabatan itu bukan sekadar simbol, tapi panggilan pengabdian,” paparnya.
Ia juga menyinggung bahwa kepercayaan publik bisa luntur jika kepala daerah gagal menempatkan rakyat sebagai prioritas utama. Terlebih di kota seperti Lubuklinggau, yang masih menghadapi tantangan pembangunan dan pemerataan layanan.
“Seorang walikota tidak bisa terus bersembunyi di balik rutinitas atau alasan keluarga. Ketika masyarakat merasa ditinggalkan, maka sah-sah saja bila muncul kekecewaan yang akhirnya berujung pada menurunnya kepercayaan,” jelas dia.
Sebagai penutup, Alvin menyerukan agar Walikota Lubuklinggau, H. Rachmat Hidayat atau yang akrab disapa Yoppy Karim, menyadari betapa pentingnya menunjukkan empati dan keterlibatan aktif terhadap warganya, bahkan di luar jam formal.
“Masyarakat tidak butuh pemimpin yang hanya hadir di panggung seremoni. Yang mereka butuhkan adalah sosok yang setia mendengar, hadir tanpa diminta, dan mampu menjawab kebutuhan mereka dengan nyata,” tandasnya.
Redaksi
![]()










