Iknnews.co, Penajam Paser Utara – Empat warga Desa Telemow, yang dituduh menyerobot lahan berstatus Hak Guna Bangunan (HGB) dan melakukan pengancaman terhadap PT International Timber Corporation In Indonesia Kartika Utama (PT ITCI KU), dijatuhi hukuman tiga bulan penjara.
Putusan dijatuhkan dalam sidang di Pengadilan Negeri Penajam, Kamis (5/6/2025), yang dipimpin oleh Hakim Ricco Imam Vimayzar.
Kuasa hukum para terdakwa, Fathul Huda, menyampaikan bahwa dalam perkara bernomor 52 dan 53, keempat kliennya dinyatakan bersalah secara sah dan meyakinkan atas tuduhan penyerobotan lahan dan pengancaman. Namun, ia menyatakan keberatan terhadap pertimbangan hakim, terutama dalam kasus pengancaman, karena Majelis Hakim dinilainya keliru mengaitkan dua peristiwa berbeda—yakni insiden di portal perusahaan dan Rapat Dengar Pendapat (RDP) pada 2023.
“Contohnya, Nikolay (pelapor) disebut merasa terancam saat RDP, sementara aksi di portal dilakukan setelahnya, usai ada informasi penggusuran. Tapi dalam putusan, seolah-olah RDP dipicu oleh aksi di portal. Ini tidak logis menurut kami,” terang Fathul.
Lebih jauh, Fathul menilai dalam perkara penyerobotan lahan, terdapat kejanggalan. Ia menyebut bahwa Majelis Hakim hanya mempertimbangkan keterangan dari dua saksi jaksa—yakni Jurianto dan Subrata, yang merupakan pegawai PT ITCI KU—tanpa mengindahkan bukti-bukti dari pihak terdakwa.
“Padahal, HGB tahun 1993 dan 1994 itu tidak pernah ditunjukkan selama persidangan. Surat-surat dari kami juga tidak diindahkan, alasannya karena tidak dijelaskan di duplik atau persidangan, padahal sebenarnya sudah. Ada penyimpangan fakta. Ini putusan yang sangat politis. Saya bahkan merasa ada ketakutan dari hakim terhadap adik Prabowo,” tegasnya.
Fathul juga menyebut pola seperti ini kerap muncul dalam perkara yang melibatkan komunitas warga berhadapan dengan korporasi, terutama yang menurutnya merupakan bagian dari oligarki.
Ia menduga vonis ini sengaja dikeluarkan menjelang berakhirnya masa tahanan, agar para terdakwa kebingungan menentukan langkah selanjutnya: keluar dari tahanan atau melanjutkan proses hukum dengan risiko ditahan lagi.
“Ini strategi. Divonis saat masa tahanan hampir selesai, lalu dilematis: mau lanjut banding atau tidak. Kalau lanjut, ya ditahan lagi. Ini pola yang sering terjadi dalam perkara pidana publik. Semacam vonis coba-coba yang ujungnya menjebak para terdakwa,” ungkapnya.
Fathul memperingatkan, bila vonis ini diterima, akan menjadi preseden berbahaya bagi seluruh warga Desa Telemow. Ia menyebut bahwa transaksi jual beli tanah di kawasan tersebut bukan hanya dilakukan oleh empat terdakwa, tetapi oleh banyak warga lainnya.
“Vonis ini bisa jadi legitimasi untuk menggusur warga Telemow. Ini akan dipakai sebagai dasar hukum oleh kuasa hukum PT ITCI KU. Sayangnya, hakim tidak melihat kasus ini secara utuh, hanya dari aspek formal kepemilikan tanah, membandingkan segel dan HGB saja. Mereka tidak memahami sejarah masyarakat Paser yang sudah lama tinggal di Telemow sejak masih bernama Desa Selong Itik,” tegasnya.
Meskipun demikian, Fathul menegaskan bahwa keputusan untuk banding akan dikembalikan kepada keluarga para terdakwa, tergantung pada kesiapan mental mereka untuk melanjutkan proses hukum.
“Kami tadi menyatakan pikir-pikir. Tapi pasti akan ada langkah lanjut. Kalau ini dibiarkan, kondisi di Telemow akan makin mencekam. Tidak hanya mengancam warga di dalam area HGB, tapi juga yang tinggal di luar area itu,” katanya.
Ia menambahkan, ada kemungkinan perluasan klaim PT ITCI KU ke lahan di luar wilayah HGB, jika prosedur penerbitan HGB yang dianggap cacat tetap dibiarkan.
“Nanti lahan warga Telemow bisa seluruhnya diambil alih PT ITCI KU tanpa prosedur. Karena kita semua tahu siapa pemiliknya. Tidak mungkin Prabowo hanya menjabat satu periode,” tutupnya.
Sementara itu, pihak Kejaksaan Penajam belum memberikan keterangan resmi dan masih dalam proses konfirmasi.
Penulis : Ilen Nurani
Refaksi : Re
![]()










